TUGAS MAKALAH
ILMU SOSIAL DASAR
SOFTSKILL
MANUSIA
SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL DAN BUDAYA
Disusun Oleh :
--- FRANSISKA ---
Kelas :
2SA01
UNIVERSITAS GUNADARMA
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada
hakekatnya manusia telah diberi anugrah oleh Tuhan berupa akal dan nafsu, akal
dan nafsu inilah yang mendorong manusia untuk menciptakan sesuatu yang dapat
mewujudkan cita-cita atau penghargaannya. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut
manusia telah menciptakan sains, teknologi dan seni sebagai salah satu sarana
sehingga sejak saat itu kehidupan manusia mulai berubah. Selain itu sains,
teknologi, dan seni juga telah mempengaruhi peradapan manusia dalam
kehidupannya terutama dalam bidang budaya. Seiring dengan perkembangan teknologi dan seni
diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap bidang-bidang lain,
khususnya budaya yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.
Pemanfaatan kemajuan teknologi, dan seni
secara baik haruslah diterapkan, sehingga dapat menjaga kelestarian budaya
bangsa. Manusia tidak dapat lepas dari kebudayaan, disebabkan kebudayaan
merupakan cara beradaptasi manusia dengan lingkungannya yang merupakan warisan
sosial. Dan kebudayaan itu sendiri bagi manusia berguna untuk mengatur hubungan
antar manusia dan sebagai wadah masyarakat menuju taraf hidup tertentu yang
lebih baik, manusiawi, dan berperi kemanusiaan.
Manusia sebagai makhluk
sosial dan budaya Sebagai masyarakat Indonesia, setiap manusia saling
membutuhkan satu sama lainnya tentunya dalam hal yang positif. Saling bersosialisasi antara satu sama lainnya membuat
interaksi yang kuat untuk mengenal kepribadian manusia lain.
Manusia yang mudah
bersosialisasi adalah manusia yang dapat atau mampu menjalankan komunikasi
dengan baik dengan lingkungan sekitarnya. Dengan berlandaskan pancasila manusia
sebagai makhluk yang sosial dan budaya disatukan untuk saling menghormati dan
menghargai antara manusia yang memiliki budaya yang berbeda-beda.
Semua aktifitas itu
dilakukan oleh semua kalangan, semua golongan, semua umur dari manusia. Tidak
memandang dia tua ataupun muda, miskin ataupun kaya, manager maupun staff, di
Amerika maupun Indonesia, berkulit putih maupun hitam dan sebagainya. Pada intinya
dilakukan oleh semua lapisan manusia di bumi ini.
1.2 Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG ………………………………………………………………………………………
1.2 DAFTAR ISI
…………………………………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
I . MANUSIA
SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL …………………………………………………………
II. MANUSIA
SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA ………………………………………………………
III. FUNGSI
KEBUDAYAAN …………………………………………………………………………………
IV. FUNGSI AKAL
DAN BUDI MANUSIA DALAM PENGEMBANGAN
BUDAYA ………………………………………………………………………………………………………
V. MANUSIA
SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL BUDAYA ……………………………………………
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
………………………………………………………………………………
3.2 SARAN
…………………………………………………………………………………………
3.3 DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………………………………
BAB II
PEMBAHASAN
Manusia sebagai Makhluk Sosial Manusia sejak lahir sampai
mati selalu hidup dalam masyarakat, tidak mungkin manusia di luar masyarakat.
Itu semua sudah kodrat dari diri seorang manusia.
Berikut ini adalah pembahasan tentang manusia sebagai makhluk yang sosial dan budaya :
Pertama, saya akan menjelaskan mengenai
manusia sebagai makhluk sosial.
I . MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
Manusia sejak lahir sampai mati selalu hidup dalam masyarakat, tidak mungkin manusia di luar masyarakat.
Saya mengutip
dari sebuah artikel internet, Aristoteles mengatakan: bahwa makhluk hidup yang
tidak hidup dalam masyarakat ialah sebagai seorang malaikat atau seorang hewan.
Di India oleh
Mr. Singh didapatkan dua orang anak yang berumur 8 tahun dan 1 ½ tahun. Pada
waktu masih bayi anak-anak tersebut diasuh oleh srigala dlam sebuah gua.
Setelah ditemukan kemudian naka yang kecil mati, tinggal yang besar.
Selanjutnya, walaupun ia sudah dilatih hidup bermasyarakat sifatnya masih
seperti srigala, kadang-kadang meraung-raung di tengah malam, suka makan daging
mentah, dan sebagainya.
Juga di
Amerika dalam tahun 1938, seorang anak berumur 5 tahun kedapatan di atas
loteng.karena terasing dari lingkungan dia meskipun umur 5 tahun belum juga
dapat berjalan dan bercakap-cakap.jadi jelas bahwa manusia meskipun mempunyai
bakat dan kemampuan, namun bakat tersebut tidak dapat berkembang, nika tidak
ada lingkungan.
Itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Di samping adanya
hasrat-hasrat atau golongan instingtif pada manusia masih terdapat faktor-faktor
yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat.
Menurut Buku Ilmu Sosial Dasar yang saya baca dari Internet,
Faktor-faktor itu adalah:
1. Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk
mengembangkan
keturunan atau jenisnya.
2. Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak
bisa atau sebagai makhluk lemah.karena itu ia selalu
mendesak atau menarik kekutan bersama, yang terdapat
dalam perserikatan dengan orang lain.
3. Karena terjadinya habit pada tiap-tiap diri manusia.
Manusia bermasyarakat karena ia telah biasa mendapat
bantuan yang berfaedah yang diterimanya sejak kecil
dari lingkungannya.
4. Adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial,
nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain.
Secara
alamiah manusia berinteraksi dengan
lingkungannya,
manusia sebagai pelaku dan sekaligus
dipengaruhi
oleh lingkungan tersebut. Perlakuan
manusia
terhadap lingkungannya sangat menentukan
keramahan
lingkungan terhadap kehidupannya sendiri.
Manusia dapat
memanfaatkan lingkungan tetapi perlu
memelihara lingkungan agar tingkat kemanfaatannya
bisa dipertahankan bahkan ditingkatkan. Bagaimana
manusia mensikapi dan mengelola lingkungannya pada
akhirnya akan mewujudkan pola-pola peradaban dan
kebudayaan.
Manusia dapat
dikatakan sebagai makhluk sosial, karena ada faktor-faktor , yaitu:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari
orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan
orang lain
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di
tengah-tengah manusia.
II. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
Kebudayaan adalah salah satu istilah teoritis dalam
ilmu-ilmu sosial. Secara umum, kebudayaan diartikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Makna ini kontras dengan pengertian kebudayaan
sehari-hari yang hanya merujuk pada bagian tertentu warisan sosial, yakni
tradisi sopan santun dan kesenian. Istilah kebudayaan ini berasal dari bahasa
latin Cultura dari kata dasar colere yang berarti berkembang atau tumbuh.
Dalam ilmu-ilmu sosial istilah kebudayaan sesungguhnya
memiliki makna bervariasi yang sebagian diantaranya bersumber dari keragaman
model yang mencoba menjelaskan hubungan antara individu, masyarakat, dan
kebudayaan.
Setiap individu menjalankan kegiatan dan menganut
keyakinannya sesuai dengan warisan sosial atau kebudayaannya. Hal ini bukan
semata-mata karena adanya sanksi tersebut, atau karena mereka merasa menemukan
unsur-unsur motivasional dan emosional yang memuaskan dengan menekuni
kegiatan-kegiatan dan keyakinan cultural tersebut. Dalam rumusan ini , istilah
warisan sosial disamakan dengan istilah kebudayaan.
Lebih jauh, model tersebut menyatakan bahwa kebudayaan atau
warisan sosial lebih adaptif baik secara sosial maupun individual, mudah
dipelajari, mampu bertahan dalam waktu lama, normative dan mampu menimbulkan
motivasi.
Sementara itu ada pula yang membatasi pegertian
kebudayaan sebagai makna-makna simbolik yang mengandung muatan representasi dan
mengkomunikasikannya dengan peristiwa nyata.
Perselisihan mengenai definisi kebudayaan itu mengandung
argumen-argumen implisit tentang sebab-sebab atau asal mula warisan sosial.
Misalnya saja ada kontroversi mengenai koheren atau tidaknya kebudayaan itu
sehingga lebih lanjut kita dapat mempertanyakan sifat alamiahnya.
Disisi lain para ilmuwan sosial memendang keragaman dan
kontradiksi di seputar pengertian atau definisi kebudayaan itu sebagai sesuatu
yang wajar. Berbagai persoalan yang melingkupi upaya intergrasi
definisi-definisi kebudayaan terkait dengan masalah lain, yakni apakan
kebudayaan itu merupakan suatu entitas padu atau tidak.
Jika kebudayaan dipandang sebagai suatu kumpulan elemen
yang tidak memebentuk kesatuan koheren, maka yang harus diperhitungkan
adalah fakta bahwa warisan sosial senantiasa melebur dalam suatu masyarakat. Sebaliknya
jika kita menganggap kebudayaan itu sebagai suatu kesatuan koheren, maka
kumpulan elemen-elemennya bisa dipisahkan dan dibedakan satu sama lain.
Kerancuan tersebut lebih jauh membangkitkan
minat untuk menelaah koherensi dan integrasi kebudayaan, mengingat dalam
kenyataannya pengetahuan anggota masyarakat tentang kebudayaan mereka tidaklah
sama. Hanya saja tidak ada metodeyang telah terbukti handal untuk mengukur
sejauh mana koherensi dan integrasi sebuah kebudayaan.
Bahkan muncul bukti-bukti yang menunjukkan
bahwa elemen-elemen budaya cenderung dapat digolongkan menjadi dua bagian
besar. Pertama adalah sejumlah kecil elemen yang
hampir dipunyai oleh semua anggota masyarakat sehingga diantara mereka dapat
tercipta suatu hubungan yang saling pengertian. (misalnya lampu merah
berarti tanda berhenti), sedangkan yang kedua adalah elemen-elemenkultural yang
hanya diketahui oleh sebagian anggota masyarakat yang menyandang status sosial
tertentu.(misalnya, pelanggaran ketentuan kontrak tidak bisa diterima).
Dibalik kerancuan definisi ini terdapat
masalah-masalah penting lainnya yang juga harus dipecahkan. Keragaman definisi
kebudayaan itu sendiri dapat dipahami sebagai giatnya upaya mengungkap hubungan
kausalitas antara berbagai elemen warisan sosial. Sebagai contoh , dibalik
pembatasan definisi kebudayaan pada aspek-aspek presentasional dari warisan
sosial itu terletak hipotesis yang menyatakan bahwa norma-norma, reaksi
emosional, motivasi dan sebagainya sangat ditentukan oleh kesepakatan awal
tentang keberadaan, hakekat dan label atas sesuatu hal. Misalnya
saja norma kebersamaan dan perasaan terikat dalam kekerabatan hanya akan tercipta
jika ada system kategori yang membedakan kerabat dan non kerabat. Demikian pula
definisi cultural kerabat sebagai ‘orang-orang yang memiliki hubungan darah’
mengisyaraktkan adanya kesamaan identitas yang memudahkan pembedaannya.
Jika representasi cultural memang memiliki
hubugan kausalitas dengan norma-norma, sentiment dan motif, maka pendefinisian
kebudayaan sebagai representasi telah memusatkan perhatioan pada apa yang
paling penting. Hanya saja keuntungan dari focus yang tajam itu dipunahkan oleh
ketergantungan definisi itu terhadap asumsi-asumsi yang melandasinya, yang acap
kali kelewat sederhana.
Komponen utama kebudayaan :
·
Individu
·
Masyarakat
·
Alam
III. FUNGSI KEBUDAYAAN : Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar
bagi manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat
dan anggota-anggotanya seperti kekuatan alam, maupun yang bersumber dari
persaingan manusia itu sendiri untuk mempertahankan kehidupannya. Manusia dan
masyarakat memerlukan pula kepuasan baik dibidang materiil maupun spiritual.
Kebutuhan-kebutuhan
tersebut diatas, untuk sebagian besar dipenuhi oelh kebudayaan yang bersumber
dari masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat menghasikan teknologi atau
kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama melindungi masyarakat
terhadap lingkungan. Pada masyarakat yang taraf kebudayaannya lebih
tinggi, teknologi memungkinkan untuk pemanfaatan hasil alam bahkan
munghkin untuk menguasai alam. Di sisi lain karsa masyarakat mewujudkan norma
dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam
pergaulan masyarakatnya.
Kebudayaan
berguna bagi manusia untuk melindungi diriterhadap alam, mengatur hubungan
antar manusia, dan sebagai wadah dari segenap perasaan manusia. Kebudayaan akan
mendasari, mendukung, dan mengisi masyarakat dengan nilai-nilai hidup untuk
dapat bertahan, menggerakkan serta membawa masyarakat kepada taraf hidup
tertentu yaitu hidup yang lebih baik, manusiawi, dan berperi-kemanusiaan.
IV. FUNGSI AKAL DAN BUDI MANUSIA DALAM PENGEMBANGAN
BUDAYA :
Akal adalah
kemampuan pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki manusia. Berpikir
adalah perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi
kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
fungsi akal adalah untuk berfikir. Kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi
mengingat kembali apa yang telah diketahui sebagai tugas dasarnya untuk
memecahkan masalah dan akhirnya membentuk tingkah laku.
Budi adalah
akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan. Budi diartikan sebagai batin
manusia, panduan akal dan perasaan yang dapat menimbang baik buruk segala
sesuatu.
Jadi
jelas bahwa fungsi akal dan budi manusia adalah menunjukkan martabat manusia
dan kemanusiaan sebagai pemegang amanah makhluk tertinggi di alam raya ini. Kegiatan-kegiatan
yang dipelajari itu merupakan salah satu bagian dari kebudayaan masyarakat
secara keseluruhan. Didalamnya juga termasuk artefak dan berbagai kontruksi
proporsi kompleks yang terekspresikan dalam system symbol yang kemudian
terhimpun dalam bahasa. Melalui
symbol-simbol itulah tercipta keragaman entitas yang sangat kaya yang kemudian
disebut sebagai obyek konstruksi cultural sepoerti uang, system kenegaran,
pernikahan, permainan, hukum, dan sebagainya, yang keberadaannya sangat
ditentukan oleh kepatuhan terhadap system aturan yang membentuknya.
System
gagasan dan simbolik warisan sosial itu sangatlah penting karena
kegiatan-kegiatan adaptif manusia sedemikian kompleks dan beragam sehingga
mereka tidak bisa mempelajari semuanya sendiri sejak awal. Serta manusia juga memiliki
kemampuan daya sebagai berikut :
·
Akal, intelegensia dan intuisi : Dengan kadar intelegensia yang dimiliki
manusia mampu belajar sehingga menjadi cerdas, memiliki pengetahuan dan mampu
menciptakan teknologi. Intuisi menurut Supartono sering setengah disadari, tanpa
diikuti proses berfikir cermat, namun bisa menuntun pada suatu keyakinan.
·
Perasaan dan emosi : Perasaan
adalah kemampuan psikis yang dimiliki seseorang, baik yang berasal dari rangsangan
di dalam atau diluar dirinya. Emosi adalah rasa hati, sering berbentuk perasaan
yang kuat, yang dapat menguasai seseorang, tetapi tidak berlangsung lama
·
Kemauan : Kemauan
adalah keinginan, kehendak untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kemauan dalam
arti positif adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan hidup yang
dikendalikan oleh akal budi.
·
Fantasi : Fantasi
adalah paduan unsur pemikiran dan perasaan yang ada pada manusia untuk
menciptakan kreasi baru yang dapat dinikmati.
·
Perilaku : Perilaku
adalah tabiat atau kelakuan, merupakan jati diri seseorang yang berasal dari
lahir sebagai factor keturunan yang kemudian diwarnai oleh factor
lingkungannya.
Ada hubungan dialektika
antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia
sendiri adalah produk kebudayaan. Peter L Berger menyebutnya sebagai dialektika
fundamental yang terdiri dari tiga tahap yaitu :
·
Tahap eksternalisasi,
yaitu proses pencurahan diri manusia secara terus menerus kedalam dunia melalui
aktifitas fisik dan mental
·
Tahap obyektifitas, yaitu
tahap aktifitas manusia menghasilkan realita obyektif, yang berada diluar diri
manusia
·
Tahap internalisasi, yaitu
tahap dimana realitas obyektif hasil ciptaan manusia dicerap oleh manusia
kembali.
V. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL DAN BUDAYA
Manusia sebagai makhluk
budaya yang berkemampuan menciptakan kebaikan, kebenaran, keadilan dan
bertanggung jawab.Sebagai makhluk berbudaya, manusia mendayagunakan akal
budinya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat
demi kesempurnaan hidupnya.
Manusia sebagai makhluk budaya adalah pencipta kebudayaan. Kebudayaan adalah
ekspresi eksistensi manusia didunia.
BAB III PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Jadi, dapat ditarik kesimpulan
bahwa kebudayaan merupakan salah satu istilah teoritis dalam ilmu-ilmu sosial.
Secara umum, kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang secara
sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Manusia
berhubungan erat dengan kebudayaan yang ada pada lingkungan sekitarnya. Karena
kebudayaan tersebut merupakan cara beradaptasi untuk mengatur hubungan antar
manusia sebagai wadah masyarakat menuju taraf hidup tertentu. Kebudayaan
berpengaruh dalam membentuk pribadi seseorang sehingga mengharuskan manusia
untuk mengikuti norma-norma yang ada pada budaya tersebut.
3.2
SARAN
Manusia sebagai mahluk berbudaya semestinya melestarikan
budaya yang dimiliki, jangan sampai budaya yang dimiliki tidak dilestarikan dan
punah. Generasi penerus bangsa harus
mencintai budayanya tersebut.
3.3
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setagkai Bunga Sosiologi, edisi pertama,
yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1964, hal 155